Fasih Radiana

Kalau kamu termasuk penulis dengan genre komedi, apa akan jadi sempurna tanpa tawa pembaca? Jadi, jangan pernah terbesit, kalimat asmara membuatmu kehilangan harga. Karena cinta seperti satuan terkecil yang melengkapi jutaan angka. Cinta juga yang menjadikanmu mampu membuat mereka melengkungkan tawa. Cinta bukan kisah tentang mereka yang membuat hidupnya seakan selalu kecewa, membuat hatinya terlihat selalu meluka. Cinta hanya menawarkan berbagai macam rasa. Terserah, mau pilih yang mana. Meski bukan karena seseorang yang mengelokkannya, percayalah, someday LOVE will find you. Karena cinta selalu mengajariku menyimpulkan hidup dengan lebih sederhana.

Tuesday, May 24, 2016

Bila Jodoh Berinisial Engkau



Lebur aku pada purnama di bulan ke sembilan, pada mata yang membulat di separuh petang lampu pijar. Petak yang tidak akan bisa dirujuk ulang. Angka demi angka dijejer beranak-pinak: merenggangkan ruang, mendekatkan bayang. Segala debur debar ubahnya jadi buih yang menjijikkan. Kita sama-sama tahu menyoal apa-apa yang tak kunjung selesai. Tapi tak lagi punya cara menghabiskanya. Sudah terlalu kenyang untuk melumat paksa, tapi sayang bila dimuntahkan begitu saja.

Jarak tak bisa menaksir rindu yang luber menjadi deras hujan di sepanjang jalan. Yang bermunculan justru kenangan berbau amis dan secarik memoar berlapis tangis. Cinta, mengapa berlarian seperti kerumunan semut yang diguncang jemari keriput? Tapi sesendok gula tak ikut di-lap basah, dibiarkannya berserak seolah memang sengaja disiapkan untuk selalu dirubung lagi.

Waktu terlalu samar untuk bisa ditaksir kapan akan tiba semula, atau hilang tak berbekas. Aku selalu nihil dalam bermain dadu, kau pun tak punya daya mengocok kartu. Kita sama-sama dipaksa buta dalam satu waktu. Tapi cinta, apakah selalu harus terasa seperti kali pertama? Setelah seluruhku diisap harga dan kau tak pernah lunas membayarnya. Jika tak pernah ada jalan pintas menuju pulang, kita mesti patungan untuk sampai di pulau sebrang.

Semisal yang kusebut dengan "engkau" masih berinisial tanpa nama, apa mungkin aku kan lebur lagi pada purnama di bulan yang lain, di mata yang separuh menghilang pada pekat senja? Engkau, yang tak kutahu seberapa sering menyebut-nyebut namaku dalam doa. Aku, yang tak juga menemukan cinta menjadi seutuh purnama.


Yogyakarta, 24 Mei 2016
Fasih Radiana

10 komentar:

Unknown said...

blognya bagus :)

Saiful Anwar said...

wah bakat sekali..

Rinrin Rinjaniah said...

Pasti puisi di atas punya makna, hanya saya tidak mengerti maknanya

Nur Imam Prayogo said...

Tersirat penuh makna, dalam tetapi bisa tergambar bagaimana suasana walau gambaran itu entah sama atau tidak.

Azis JS said...

Keren banget :D teruskan bakat menulisnya yah :)

Anotherorion said...

Eh ini masuknya prosa ya bukan puisi biasa

Law Evading Rock Melost said...

Hei, kamu sudah dengar musik ini belum??? saya menemukannya di youtube dan ternyata keren banget... coba deh dengerin....

soraru amatsuki alien said...

nice post, kawan.. jangan lupa kunjungan baliknya ya?? saya tunggu, terimakasih. Hhihihihihihi

Abandoned Stella Mafumafu said...

selamat malam, uwaaah... websitenya bagus nih gan, bikin kalem hati, keep posting gan. .Saya tunggu postingan menarik lainnya di website ini. Thank you

Nanung Nur Zula said...

.


aku hanya curiga, namanya PURNAMA ya ?






AKU PERGI DULU SAYANG, MUNGKIN KU TAKKAN KEMBALI




.

Post a Comment