Fasih Radiana

Kalau kamu termasuk penulis dengan genre komedi, apa akan jadi sempurna tanpa tawa pembaca? Jadi, jangan pernah terbesit, kalimat asmara membuatmu kehilangan harga. Karena cinta seperti satuan terkecil yang melengkapi jutaan angka. Cinta juga yang menjadikanmu mampu membuat mereka melengkungkan tawa. Cinta bukan kisah tentang mereka yang membuat hidupnya seakan selalu kecewa, membuat hatinya terlihat selalu meluka. Cinta hanya menawarkan berbagai macam rasa. Terserah, mau pilih yang mana. Meski bukan karena seseorang yang mengelokkannya, percayalah, someday LOVE will find you. Karena cinta selalu mengajariku menyimpulkan hidup dengan lebih sederhana.

Wednesday, September 12, 2012

Di Balik Tirai

Mewakili resah yang merindu. Aku merinding serupa angin yang menggugurkan dedaunan. Debu berserak mengkerak. Bagaimana lagi aku harus berhenti menangisi?

follow me @fasihrdn


Berkali-kali aku melirik jemari lentikmu. Memangku gelisah yang tak juga jengah. Di balik tirai jendela kuremat-remat, biar gemeretak gigiku berhenti menyemat sampai keram melambung tak putus-putus. Di balik kaca jendela aku berkaca. Memandangi lekat-lekat wajah yang tak terlihat jelas parasnya. Di balik semu aku bersembunyi. Bersembunyi dan ingin cepat-cepat menjatuhkan diri. Lebih baik begini daripada harus jatuh dalam cinta tak bertuan.

Aku tak bisa melihat ujung atap rumahmu. Dari balik layar aku mengendus mencari-cari aroma tubuhmu. Sebab aku hanya bisa menoleh sepersekian detik dari waktu yang tersisa. Bilik yang nyaris roboh itu kaubangun dengan kayu yang baru. Dengan batu-batu yang lebih kuat dari dahulu. Lalu untuk apa jika hanya akan dirobohkan lagi? Untuk apa kiranya, untuk apa?

Dik, begitukah panggilan yang paling mesra? Paling pas? Di  balik tirai jendela aku mendengar suara-suara dengan mata sayu. Seperti suara perjaka yang pernah mampir di mimpiku.

Kalau di sana sudah kutemui dekap yang erat, lalu untuk apa bangun lagi?



0 komentar:

Post a Comment