Fasih Radiana

Kalau kamu termasuk penulis dengan genre komedi, apa akan jadi sempurna tanpa tawa pembaca? Jadi, jangan pernah terbesit, kalimat asmara membuatmu kehilangan harga. Karena cinta seperti satuan terkecil yang melengkapi jutaan angka. Cinta juga yang menjadikanmu mampu membuat mereka melengkungkan tawa. Cinta bukan kisah tentang mereka yang membuat hidupnya seakan selalu kecewa, membuat hatinya terlihat selalu meluka. Cinta hanya menawarkan berbagai macam rasa. Terserah, mau pilih yang mana. Meski bukan karena seseorang yang mengelokkannya, percayalah, someday LOVE will find you. Karena cinta selalu mengajariku menyimpulkan hidup dengan lebih sederhana.

Wednesday, September 12, 2012

Cinta Sebelum Hari Ini

Bukankah sebelum hari ini kau bukan yang ramah menyapa? Bukankah sebelum hari ini kau bukan yang pandai memuji? Bukankah sebelum hari ini........

Apa yang menarikmu datang kemari. Meraba abjad dalam kalimat. Mengubrak-abrik yang sudah kususun rapi. Bukankah sebelum hari ini aku berjanji, langkahku sudah berhenti mengikuti. Bukankah kau juga tahu itu, Sayang?

Lalu apa yang membuatmu mengumpulkan serpihan yang terluka? Seperti begitu bahagia membaca kesakitan seorang wanita.

Pekat bias dingin melengking membuat bibirku tak henti menggigil. Sengai menyenggak gemetar di dada. Aku tak sanggup berebut embun di pagi hari. Sisa-sisa suara tadi malam meraung-raung, menjalang lalu lalang di pikiran. Di lorong serupa kemarin kaumemungut belulang yang sengaja kubuang dalam petang. Bukankah sebelum hari ini kita bagian yang terasing? Bertarung di balik punggung.

Hay, strangers! Follow me @fasihrdn

Kau seperti mendesakku dalam ancaman mematikan. Menyandra cerita untuk kaunikmati majasnya. Membuka bingkisan dalam kiasan. Kaumemutari iringan yang kusembunyikan pada sebuah malam. Mengurai yang teruntai gemulai. Mengais-ngais rasa yang sudah menipis, kutepis dengan bengis. Padahal sebelum hari ini, bukankah seperti sengaja mengikis? Mengapa jadi seperti magis. Membuatku terkesiap tak siap bagaimana mesti bersikap. Tiba-tiba jadi lincah menyuarakan sederet rindu yang tumpah ruah.

Bukankah sebelum hari ini kita saling membuang tatap? Lalu sekarang aku dibuat gagap gelagapan, bisu mengantar sembilu. Bukankah sebelum hari ini aku menderu akan segera berlalu?

Beruntun Tuhan mendatangkan kejadian serupa keajaiban. Bukankah sebelum hari ini angin menjerit. Menukik sampai terik tak lagi berkutik. Dalam petang kaumenyusupkan kegaduhan. Dalam ruang yang terulang, tubuhku terguncang. Sejenak mengenang bimbang yang pernah kauselipkan diam-diam. Desah napas tersumbat, isyaratku disentuh saat tak lagi utuh. Bukankah sebelum hari ini engkau menebar jala api, untuk membakar yang mulai mengakar. Terpaut jarak terlampau jauh, lebih mudah untuk saling menuduh. Saling angkuh dalam gaduh. Berdebat dalam diam yang membunuh.

Bukankah jauh lebih nikmat mengikat lara? Kau dan aku mengudara, menancapkan gema yang menceritakan luka dalam butiran hujan. Bukankah sebelum hari ini kau meletakkan aku pada hujatan?

Menggertak ngeri, aku terperanjat dalam simpul belati. Merintih lirih berharap tak menggemakan ironi pada misteri yang makin mendaki, mencari tempat untuk bersembunyi. Gedebak-gedebuk jantungku sibuk berkecamuk. Berdegup mulai mengamuk. Rancau-kacau-balau. Bukankah sebelum senyummu melengkung, aku sudah tak lagi terkungkung?

Bukankah sebelum hari ini, aku sekedar menggambar tanpa sesumbar? Bukankah aku tak pernah bilang ingin membilang? Lalu kau tiba-tiba datang saat separuhnya sudah menghilang. Sudah kutebang agar tenang sendirian. Bukankah sebelum hari ini aku tak mau melanjutkan cinta terlarang? Cinta sebelum hari ini adalah luka esok hari. Atau luka sebelum hari ini ternyata cinta esok hari.

Siapa yang tahu terjadi apa esok pagi, lalu ada apa setelah hari ini?

120912~Kesakitan Seorang Wanita

0 komentar:

Post a Comment